Minggu, 24 Januari 2016

Filsafat Ketuhanan Buya HAMKA - Tidak Ada Yang Menyerupai-Nya

Tuhan Mesti Berbeda dari Alam
Filasafat Ketuhanan
Buya HAMKA

Perbedaan Zat Ketuhanan itu dengan zat yang baru ini, yakni alam, sudahlah nyata sekali. Pikiran dapat cepat menetapkan perbedaan diantara yang menjadikan dengan yang di jadikan. Tidak ada persamaan Khalik dengan makhluk-Nya, baik pada zat, sifat maupun perbuatan.


Tuhan telah menunjukan sifat-sifat di dalam firman yang disampaikan-Nya kepada Nabi-Nya. Sepintas lalu seakan-akan serupa sifat itu dengan sifat makhluk-Nya; misalnya melihat, mendengar, berkata, hidup dan lain-lain. Tetapi bila di jalankan pikiran selangkah lagi, akan kenyataanlah bahwasanya sifat itu mesti berbeda keadaannya. Persamaan adalah mustahil. Bagaimakah akan sama sifat yang di punyai oleh Zat yang Maha Besar dengan sifat yang di punyai oleh zat yang terjadi hanyalah karena izin dari Yang Maha Besar itu. kadang-kadang kita hendak tahu bagaimana perbedaan sifat itu. padahal terlalu banyak hijab atau dinding yang membatasi kita di dalam jalan hendak menyelidiki dan mengupas hakikat itu. Jangankan mengetahui perbedaan sifat Dia dengan sifat alam, sedangkan alam itu sendiri belum lengkap kita ketahui, dan yang kita dapat hanyalah sejemput kecil saja. Jangankan hakikat alam itu yang akan kita ketahui, sedangkan hakikat diri kita sendiri pun adalah satu perkara yang besar.


Maka kalau di katakan Tuhan bersifat Mendengar, bukanlah artinya pendengaran itu sama dengan pendengaran kita yang memakai telinga macam ini. kalau Dia Berkata, Dia Melihat, bukanlah artinya alat pelihatnya adalah mata sebagai mata kita yang di berikan-Nya ini. Dia membina langit, Dia menghamparkan bumi, Dia duduk di Arsy dan lain-lain sebagainya, semuanya itu tidaklah serupa yang kita pikirkan atau terdapat dalam kebiasaan kita. Dia berkata bahwa Dia bertangan yang terletak diatas tangan kita, bukanlah artinya Dia beranggota tubuh sebagai anggota tubuh kita ini. Alhasil, sifat daripada alam yang dijadikan oleh Tuhan tidaklah serupa dengan sifat Tuhan. Sebab Tuhan bukanlah alam, dan alam bukan Tuhan.


Bertengkar-tengkar dan kadang-kadang mengambil tempo berlama-lama sampai berpisah kepada beberapa firkah dan mahzab diantara ahli-ahli pikir Islam membicarakan tentang sifat-sifat Tuhan itu, tentang Dia memandang dengan Mata-Nya, Dia bertangan, Dia duduk di Arasy, Dia turun ke langit pertama  di pertiga malam dan lain-lain. Adakah mereka mendapat keputusan? Tidak ada! Keputusan yang dapat mereka keluarkan hanyalah perbedaan belaka. Yang ini berkata begitu dan yang itu berkata begini, namun rahasia itu tetap tertutup, dan selamanya akan tetap tertutup, sebab manusia tidak lah mempunyai cukup alat buat menyelidiki itu. Alat apa? kalau alat itu masih alam juga.

( Sumber: Filsafat Ketuhanan-Prof.DR. HAMKA )

Jadilah peran dalam suatu perjuangan umat dan jangan hanya jadi penonton, sungguh rugi diakhirnya nanti.

1 comments so far

buya Hamka menulis buku tasawuf moderen, pernah baca