Kamis, 26 Oktober 2017

Cak Nun; Penjajahan Atas Nama REKLAMASI


MENYEMBAH GURU BESAR DARI UTARA
Oleh: Emha Ainun Nadjib

Yang sedang berkuasa di negeri ini menyangka bahwa rakyat Indonesia adalah cacing-cacing yang terus menerus klugat-kluget di bawah tanah. Adalah batu-batu krakal yang bisa diinjak-injak selamanya. Atau kambing-kambing yang bisa disembelih kapan saja.

Mereka juga menyangka rakyat Indonesia hanyalah para pengumbar sesumbar di medsos. Para bintang film kelas menengah yang berpose di depan spotlight. Atau sejumlah segmen yang kebetulan terlihat oleh mata kuda lembaga-lembaga survey.

Lebih dari itu, para penguasa negeri ini, setelah melakukan riset komplit dan komprehensif dengan metodologi paling advanced: mereka menetapkan kesimpulan bahwa Tuhan kurang tepat mendisain bumi, daratan dan lautan. Bahkan Tuhan gagal paham terhadap manusia. Tuhan kurang move-on.

Maka diipilihlah pucuk pimpinan dan Pemerintahan Indonesia yang mantap dan kapabel memperbaiki kelemahan disain Tuhan di Indonesia. Kalau pakai bahasa Medsos: supaya Tuhan tahu bahwa konsumsi kuliner manusia bukan hanya tambang dan korupsi. Manusia juga sangat gemar makan bumi dan lautan. Dan itu mereka belajar dari Guru Besarnya.

Baik ketidaktepatan proporsinya, prosentasenya, maupun berbagai fungsi lainnya. Terdapat sejumlah konsep yang kurang relevan, kurang proporsional dan kurang memenuhi ekuilibrium sosial ekonomi untuk hajat hidup ummat manusia, utamanya bangsa Indonesia. Maka ditetapkan oleh para Khalifah di tanah Nusantara itu sebuah keputusan besar: Reklamasi.

Daratan harus diperluas, karena disain asli dari Allah dulu kurang futurologis, tidak memperhitungkan eskalasi deret hitung atau ukur populasi penduduk Indonesia. Apalagi Indonesia ini berhati lapang, berjiwa besar, membuka pintu bagi tetangga-tetangganya yang kekurangan tempat hunian. Kalau perlu para makhluk dari planet Mars atau Jupiter atau luar tatasurya, silahkan masuk Indonesia tanpa visa.

Mungkin Indonesia sudah lama mempelajari dengan seksama bahwa Tuhan memang kurang perfect. Makanya pilihan managemen-Nya adalah evolusi kreatif. Bikin makhluk, kurang matang, lantas dimatangkan pada tahap berikutnya. Bikin manusia, kurang sempurna, lantas disempurnakan pada era berikutnya. Sampai akhirnya evolusi itu tiba pada disain Adam, dan diuji-coba sampai hari ini.

Berkali-kali anak turun Adam juga ternyata ‘malpraktek’. Sehingga Tuhan menghancurkan mereka berkali-kali dengan gempa besar, gunung meletus, banjir bandang, badai es. Lantas dibikin regenerasi. Di abad 21 ini tampaknya sudah mendekati sempurna, dengan Indonesia sebagai modelnya.

Mayoritas penduduk Indonesia punya Panutan Agung yang pernah menasehati: “Carilah ilmu sampai ke Negeri Cina”. As-Shin diterjemahkan = Cina. Itu dipenuhi dengan sepenuh-penuhnya oleh para murid. Bangsa dari Negeri itulah Guru Besar bangsa Indonesia. Mereka takdhim luar biasa kepada beliau-beliau. Hati mereka membungkuk, akal pikiran mereka patuh, dan salah satu yang dilakukan dalam rangka kepatuhan itu adalah program Reklamasi.

Sebagaimana lazimnya murid, apa saja yang terbaik yang ia miliki dipersembahkan kepada Guru Besarnya. Tanahnya, rumahnya, harta bendanya, bahkan martabat hidupnya, kalau perlu nyawanya, masa depan hingga anak cucunya Рdengan tulus ikhlas diabdikan kepada Guru Besar. Indonesia sudah mengangkat pemimpin ideal untuk mempelopori pengabdian total kepada Guru Besarnya. Mereka sangat beriman kepada Guru Besar itu. Dan menyembahnya sampai nungging-nungging dan m̬l̬t-m̬l̬t.

Grobogan, 25 Oktober 2017

Sumber: https://www.caknun.com/2017/menyembah-guru-besar-dari-utara/


Jadilah peran dalam suatu perjuangan umat dan jangan hanya jadi penonton, sungguh rugi diakhirnya nanti.

2 comments

Jangan grusa grusu tapi teliti dulu dan usulkan solusi. Jangan terpancing SARA

Harus sabar janngan mudah emosi