Selasa, 04 April 2017

Konsep Ajaran Tasawuf Dewan Ulama Thariqah Indonesia (DUTI)


1. Konsep Ittihad dan Wahdatul Wujud, adanya pemahaman sebagian masyarakat dan bahkan orang yang mengaku berthariqah bahwa maqam yang teringgi di dalam berthariqah adalah ittihad (bersatu dengan tuhan) dan bahwa tuhan, manusia dan alam ini adalah wujud yang sama (wahdatul wujud). Mereka beranggapan bahwa paham ittihad dan wahdatul wujud adalah benar-benar ada dalam dunia thariqah. Paham tersebut hanya dinisbatkan kepada ulama thariqah tertentu yang sebenarnya merupakan buku/hasil penelitian orang-orang yang tidak memahami dunia thariqah (bukan murid atau guru thariqah). Memang betul bahwa tidak ada jarak dan perantara antara hamba dan Tuhannya, namun bukan berarti kedekatan seperti itu tanda bersatunya hamba dengan Tuhan. Ibaratnya, seorang laki laki yang jatuh cinta kepada seorang wanita dan menyatakan, “Engkau dan aku adalah satu”. Bersatu dalam rasa cinta bukan bersatu dalam keadaan sebenarnya.
Selengkapnya: Makna Ittihad oleh Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah

2. Konsep Shalat cukup dengan zikir, Ada juga orang mengaku berthariqah namun mempunyai paham bahwa sholat itu hanya dengan ingat kepada Allah tanpa melakukan rukuk dan sujud, dengan mengambil potongan ayat “إقم الصلاة لذكري = dirikan shalat untuk mengingat-Ku/zikir kepada-Ku“ (QS. Thaha/20:14). Ajaran ini bukanlah ajaran thariqah yang sesungguhnya, sebab seluruh ulama thariqah di dunia telah sepakat dengan Abu Yazid al-Bustami, jika “وزننا الشريعة = thariqah timbangannya adalah syariat.“ Maka, apabila ada pengamalan ajaran thariqah tidak lagi berpedoman kepada syariat maka sesungguhnya thariqah itu adalah batil.

3. Tawasul, tawasul adalah sarana agar lebih cepat sampai pada Allah dan bukan perantara antara kita dengan tuhan kita. Dewan Ulama Thariqah memandang berguru kepada mursyid diibaratkan dengan memakai teknologi yang terkini. Artinya, apabila kita bisa lebih cepat sampai dengan menggunakan kendaraan bermotor atau pesawat terbang maka itu lebih baik dijadikan sarana atau kendaraan daripada kita masih mempergunakan sepeda. Jadi guru adalah sarana untuk mempercepat kita untuk sampai kepada Allah, bukan menjadi perantara. Jika ada pernyataan bahwa apabila tidak berguru maka tidak akan pernah sampai kepada Allah, maka pernyataan tersebut adalah tidak benar. Bagi orang berakal, apabila telah menemukan sarana untuk lebih cepat sampai kepada tujuannya tentunya ia akan lebih memilih memakai mobil daripada sepeda jika memang ia bersungguh-sungguh untuk sampai kepada tujuannya. Sesuai firman Allah yang berbunyi “والذين جاهدوا فيها لنهدينهم سبلنا = siapa yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, maka pasti akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami kepada mereka (QS. Al Ankabut, 29: 69)”

4. Ziarah kubur, Dewan Ulama Thariqah mempunyai pandangan bahwa ziarah kubur bukanlah untuk meminta kepada ahli kubur, sebagaimana orang bersangka jika pengamal thariqah adalah kuburiyun atau penyembah kubur. Ziarah kubur adalah moment mengingatkan kita akan kematian dan berdoa kepada Allah dan kita harapkan para malaikat dan ahli kubur ikut serta mengamini doa kita kepada Allah. Bukankah setiap kita yang mendatangi kuburan semestinya memberi salam kepada ahli kubur dan rasulullah SAW sendiri menjamin salam kita akan dijawab oleh ahli kubur. Begitupun dengan doa kita kepada Allah tentunya si ahli kubur ikut untuk mengamini doa tersebut.

5. Bai’at, sering terjadi salah paham dalam hal bai’at, dimana bai’at seakan membatasi seorang murid dalam berguru dan belajar kepada ulama/syekh yang lain. Dewan Ulama Thariqah memandang bahwa tidak ada bai’at yang membatasi seorang murid untuk belajar kepada ulama yang lain. Kalau ada bai’at seperti itu maka itulah bai’at yang batil. Para guru-guru dan ulama thariqah terdahulu bahkan ada yang belajar dan menerima ijazah dari empat sampai belasan thariqah.

6. Adab, Dewan Ulama Thariqah melihat masih adanya pengkultusan individu oleh murid kepada guru-gurunya, dimana guru-guru itu sendiri tidak pernah mengajarkannya.
Dewan Ulama Thariqah dengan ini memberikan gambaran umum tentang adab dalam dunia thariqah :
- Dalam dunia thariqah, mursyid merupakan orang tua spiritual bagi murid. Namun, jika si murid tidak memiliki adab kepada orang tua biologisnya maka sama saja dia tidak beradab kepada gurunya. Dalam thariqah, adab seorang murid kepada guru atau mursyidnya tidak boleh melebihi adabnya kepada orang tuanya sendiri.

- Adab kepada mursyid/guru thariqah yang lain harus sama dengan adabnya kepada mursyid/gurunya sendiri. Jika seorang murid tidak beradab kepada mursyid/guru thariqah lain, maka itu sama artinya dia tidak memiliki adab kepada guru/mursyidnya sendiri.

- Adab murid kepada guru dan thariqah lain adalah termasuk kesiapan dirinya menerima kebenaran dari guru atau thariqah lain. “Thariqah ibarat butiran emas dalam pasir yang akan menyatu apabila dipanaskan”. Jika seorang murid bahkan guru sekalipun tidak bisa menerima kebenaran dari guru atau thariqah lain, tidak mudah menyatu dan menerima kebenaran dari thariqah lainnya maka ia bukanlah pengamal thariqah karena pengamal thariqah ibarat butiran emas di pepasiran yang apabila dipanaskan ia akan mudah meleleh dan menyatu satu sama lainnya. dan jika ia bukan butiran emas maka ia tetap tidak tidak akan menyatu walaupun dipanaskan dengan ribuan derjatpun, dan tetap akan berderai tak pernah dapat disatukan. Disinilah peranan mursyid sebagai api yang melelehkan serta menyatukan murid-muridnya dengan thariqah lainnya.
Selengkapnya: Adab Seorang Murid Kepada Mursyid

( Dibacakan saat pertemuan Ulama Thariqah ASEAN 2 April 2017 oleh Sekjen DUTI di Ponpes Tasawuf Rabbani Solok )


Jadilah peran dalam suatu perjuangan umat dan jangan hanya jadi penonton, sungguh rugi diakhirnya nanti.